I. Karakteristik Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani
Pengajaran, khususnya pengajaran pendidikan jasmani dapat dipandang sebagai seni dan ilmu. Pengajaran dapat disebut sebagai ilmu apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut:
- memiliki daya ramal dan kontrol terhadap pencapaian prestasi belajar.
- dapat dievaluasi secara sistematis dan dapat dipecah menjadi rangkaian kegiatan yang dapat dikuasai.
- mengandung pemahaman tentang tingkah laku, pengubahan tingkah laku, desain instruksional, penyampaian dan manajemen.
- berkaitan erat dengan prinsip belajar (seperti kesiapan, motivasi, latihan, umpan balik, dan kemajuan serta urutan.
- dimungkinkannya untuk mengkaji pengajaran dari theoritical scientific perspektive.
Diyakini pula bahwa pengajaran dapat dipelajari dari sisi teori ilmiah untuk mengembangkan teori pengajaran. Walaupun proses untuk membentuk teori pengajaran pendidikan jasmani merupakan perjalanan yang panjang, namun upaya untuk memahami tentang proses pengajaran merupakan arah yang harus dituju, dan selama body of knowledge tentang pengajaran belum mapan atau selama pengajaran cenderung merupakan seni, maka perilaku guru dalam pengajaran akan menjadi tetap menarik untuk dikaji oleh pengamat tingkah laku setiap saat.
Tujuan utama pengajaran pendidikan jasmani adalah untuk membenatu peserta didik agar meningkat keterampilan geraknya, di samping agar mereka merasa senang dan mau berpartisipasi dalam berbagai aktivitas. Diharapkan apabila mereka memiliki pondasi pengembangan keterampilan gerak, pemahaman kognitif, dan sikap yang positif terhadap aktivitas jasmani kelak akan menjadi manusia dewasa yang sehat dan segar jasmani dan rohani serta kepribadian yang mantap.
Salah satu masalah yang dihadapi pada saat ini adalah langkanya sarana dan prasarana penunjang dan bervariasinya kondisi sekolah dalam upaya melaksanakan program pendidikan jasmani. Seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan sukses dalam situasi keterbatasan dan perbedaan kondisi tersebut.
Model pengajaran tradisional yang sangat bergantung dari tersedianya sarana dan prasarana serta bersifat linier, dalam arti tidak leluasa untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat saat itu karena tertumpu pada satu pendekatan.
Pengajaran reflektif mencakup pengertian guru yang sukses atau efektif dalam arti kepuasan profesional dengan cara menggunakan berbagai yang berinteraksi dengan situasi (lingkungan) khusus. Pengertian pengajaran reflektif tidak menunjuk salah satu metodologi atau model pengajaran tertentu, akan tetapi menunjuk pada berbagai keterampilan mengajar yang diadaptasikan secara tepat oleh guru selama proses belajar mengajar.
Guru yang reflektif menilai ekologi lingkungan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang menentukan keefektifan program pengajaran pendidikan jasmani untuk situasi tertentu. Guru tersebut kemudian membuat rencana proses pengajaran yang efektif.
Pengajaran reflektif itu berbeda dengan pengajaran tradisional atau pengajaran invariant yang diberi ciri dengan penggunaan satu metode dalam berbagai situasi pengajaran. Kategori model pengajaran yang dikemukakan oleh Mosston dapat diterapkan selama model kategori itu sesuai dengan tuntutan kegiatan dan kebutuhan situasional saat itu.
Selama dua dekade terakhir pengajaran pendidikan jasmani dengan pendekatan reflektif telah berhasil dilaksanakan di beberapa negara (Amerika Serikat dan Australia). Hasil penelitian tentang pengajaran menunjukkan bahwa ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan agar pengajaran pendidikan jasmani efektif dalam arti bahwa anak didik akan memiliki keterampilan bergerak yang tinggi dengan sikap yang positif terhadap kegiatan fisik. Ketiga hal tersebut adalah:
- anak didik memerlukan latihan praktek yang tepat dan memadai.
- latihan praktek tersebut harus memberikan peluang tingkat sukses yang tinggi.
- lingkungan perlu distrukturisasi sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim belajar yang kondusif.
Memperhatikan kelebihan pendekatan pengajaran reflektif dibandingkan dengan pengajaran tradisional di samping faktor kemungkinan keterlaksanaannya pendekatan pengajaran reflektif di Indonesia, walaupun masih diperlukan kajian-kajian empiris yang mendalam, diperkirakan pengajaran reflektif ini dapat digunakan sebagai alternatif utama bagi para guru pendidikan jasmani.
II. Model Program Belajar Pendidikan Jasmani
Berdasarkan literatur, diperoleh gambaran tentang berbagai model pengajaran pendidikan jasmani. Pada beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan berbagai model pengajaran pendidikan jasmani dan diterapkan dengan berhasil di lapangan. Menurut Siedentop, Mand, dan Taggard (1986), model pengajaran pendidikan jasmani itu antara lain:
- direct instruction
- task / station teaching
- reciprocal / group teaching
- contracting
- personalyzed system of instruction / mastery teaching
- contingency management
Salah satu spektrum model pengajaran lain yang juga dikemukakan oleh Mosston ini didasarkan atas asumsi bahwa keputusan terhadap proses dan produk pengajaran hendaknya bergeser dari teacher centred ke student centred, dari student dependence upon the teacher ke student independence.
Mosston mengklasifikasikan model pengajaran berdasarkan hasil analisa dari yang membuat keputusan. Klasifikasi model pengajaran tersebut adalah sebagai berikut:
- command styles (model komando)
- task teaching (pengajaran tugas)
- reciprocal teaching (pengajaran berpasangan)
- small group teaching (pengajaran kelompok kecil)
- individual programs (pengajaran individual)
- guided discovery (pengajaran penemuan terbimbing)
- problem solving (pemecahan masalah)
Pengklasifikasian yang dibuat Mosston ini pada hakikatnya bukanlah merupakan yang bersifat diskrit. Pengajaran yang didasarkan atas model komando pada suatu ketika memiliki kesamaan atau terjadi pada bentuk-bentuk pengontrolan guru pada saat pengajaran penemuan terbimbing atau pemecahan masalah. Dalam kasus tertentu guru dapat berperan sebagai pusat proses belajar, mengontrol percepatan pelajaran.
Secara garis besarnya model pengajaran Mosston tersebut dapat disarikan menjadi 3 kategori, yaitu:
- model pengajaran langsung (direct instruction styles)
- model tugas (task styles)
- model inkuiri (inquiry styles, guided discovery and problem solving)
III. Pengajaran Reflektif
Gambaran tentang pengajaran yang baik, berkualitas, atau efektif telah dikonsepsikan oleh Graham, Ann Holt / Hale & Parker dalam bukunya yang berjudul Children Moving. Sebagai alternatif, pengajaran reflektif dimaksudkan untuk mengganti model pengajaran tradisional. Batasan pengajaran reflektif ini sama dengan pengajaran efektif yang pada hakikatnya menolak pendekatan secara linier, rutin, dan monoton.
Dalam pengajaran reflektif seorang guru dikatakan berhasil apabila dapat mencapai kepuasan profesional dan secara kreatif mampu mengunakan berbagai keterampilan mengajar yang berinteraksi secara efektif dengan lingkungan pengajaran khusus. Seorang guru yang reflektif harus mampu memanfaatkan lingkungan yang ada secara optimal sehingga dapat menumbuhkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang anak untuk senang belajar.
Di Victoria (Australia) suatu model pengajaran alternatif yang disebut Classroom-bassed Physical Education Session atau CPES telah dikonsepsikan dan diuji cobakan. Model ini dirancang untuk membantu anak dalam mengembangkan suatu pengertian yang lebih baik tentang diri mereka sebagai kemampuan fisik dalam hubungannya dengan olahraga yang digemari termasuk media yang digunakannya.
Christoper Hickey dari Universitas La Trobe menggambarkan program CPES itu sebagai berikut:
Dalam program ini siswa diminta untuk menjelaskan secara luas tentang masalah-masalah, termasuk konstruksi media dari kesegaran, tingkah laku sportif dan kesamaan hak dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Anak-anak dapat untuk terlibat aktif dalam proses pembuatan keputusan dalam kelas dan belajar melalui diskusi dan pemecahan masalah. Guru bertindak sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa dalam belajar.
Dalam program ini setiap anak diajak untuk mengerti, menginterpretasi, dan menjelaskan partisipasinya dalam pendidikan jasmani dan olahraga dalam kaitannya dengan orang lain. Kedalaman pengertian dan keinginan siswa untuk menerapkan pengertian tersebut merupakan kriteria keberhasilan mereka dalam belajar.
Keberhasilan penerapan pengajaran reflektif sebagai model alternatif dibandingkan pengajaran tradisional dapat mendorong kita untuk menguji cobakan pada konteks pangajaran pendidikan jasmani di sekolah di Indonesia. Dalam kondisi keterbatasan termasuk sarana dan prasarana olahraga, pertanyaan yang muncul - Dapatkah pengajaran reflektif sebagai model pengajaran alternatif yang efektif untuk pengajaran pendidikan jasmani di Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar